Ketua DPRD: Kalau Dibilang Anti Kritik Nanti Kita Perbaiki

Ketua DPRD Tarakan Al Rhazali (tengah) saat mengklarifikasi pernyataan sikap anti kritik yang disampaikan mahasiswa, Senin (12/10/2020).(ko1)


TARAKAN, kaltaraone.com – Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Peduli Aspirasi Rakyat (Gempar) Tarakan kembali menyampaikan aspirasi penolakan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Tarakan. Uniknya, ratusan mahasiswa membawa miniatur keranda mayat yang menandakan “matinya hati nurani” anggota DPRD. Bahkan, mahasiswa sempat menyuruh anggota DPRD Tarakan untuk kembali mengucapkan sumpah jabatan.

“Supaya pekerjaan mereka harus pro terhadap rakyat. Tadi juga sudah disaksikan sama walikota dan masyarakat Tarakan,” tegas Koordinator aksi Gempar Tarakan Taufik Hidayat, Senin (12/10/2020)

Ia menegaskan, ada empat tuntutan yang dia berikan kepada DPRD Tarakan serta Polres Tarakan. Pertama, pihaknya meminta Pemerintah Kota dan DPRD Kota Tarakan untuk menolak Omnibus Law. Kedua, mengutuk keras tindakan DPRD Kota tarakan yang anti kritik. Ketiga, mengutuk keras tindakan represif pihak kepolisian terhadap mahasiswa dan wartawan pada 7 Oktober lalu. Keempat, menagih komitmen Kapolres Kota Tarakan AKBP Fillol Praja Arthadira untuk tidak melakukan tindakan represif ketika aksi yang digelar mahasiswa.
“Kami meminta Kapolres Tarakan bertanggungjawab atas rekan kami yang mengalami luka dibagian kepala,” ungkapnya.

Ia berpendapat, UU Cipta Kerja tidak memiliki urgensi untuk disahkan ditengah pandemi Covid-19. Sejatinya, masyarakat Indonesia memang butuh regulasi dibidang investasi dan ekonomi. Akan tetapi harus bisa memberikan kepastian bagi dunia usaha dan pekerja mendapatkan keuntungan yang sama demi kesejahteraan rakyat. “Dalam UU ini berpotensi mengkebiri hak-hak dan kepentingan kaum pekerja dan rakyat kecil,” jelasnya.

Sementara itu, Ketua DPRD Tarakan Al Rhazali mengklaim sudah memfasilitasi setiap undangan serta izin dari peserta aksi di kantor DPRD Tarakan pada aksi sebelumnya. Maka dari itu ia mengklaim bahwa anggota DPRD Tarakan tidak anti kritik.

“Mungkin pembelajaran juga bagi kita. Mungkin miss komunikasi saja. Nanti kalau ada yang perlu didiskusikan akan kita bicarakan. Kalau dibilang anti kritik nanti kita perbaiki,” singkatnya.

Menanggapi kecaman mahasiswa atas ulah represif kepolisian, Kapolres Tarakan AKBP Fillol Praja Arthadira menyatakan, hanya fokus untuk mengamankan jalannya aksi agar tetap kondusif. Ia mengaku akan bertemu dengan korban dari mahasiswa yang menderita luka-luka.

“Tapi kalau niat baik ya begini hasilnya. Intinya alhamdulilah berjalan dengan lancar. Saya sampaikan juga pada mahasiswa saat kegiatan agar izin atau pemberitahuan pada pihak kepolisian,” tuturnya.

Diketahui, ada 650 personil yang tergabung dari Polres Tarakan, Polda Kaltara serta TNI yang menjaga jalannya aksi.(ko1)