Sidarto Danusubroto: “Yang dapat ganjaran pra sembilan, nowo artinya sembilan”

Sidarto Danusubroto diapit Ahmad Basarah Ketua Desk Relawan Pilpres DPP PDI Perjuangan dan Budi Mulyawan Ketua Umum DPN KOMBATAN.

JAKARTA – Sidarto Danusubroto mantan ajudan Presiden RI pertama, Ir Soekarno adalah abdi Negara terlama di Indonesia, 56 tahun pada 2020 versi Musium Rekor Indonesia (MURI) dan kini menjadi pembina Ormas Nasionalis Komunitas Banteng Asli Nusantara (KOMBATAN). “Opa” panggilan akrab dikalangan politisi, berpesan khusus kepada masyarakat Indonesia terkait sosok Ganjar Pranowo calon Presiden pada pemilihan presiden tahun 2024.

Sidarto menyampaikan pesannya saat berbicara dihadapan peserta Rapat Kerja gabungan pengurus Dewan Pimpinan Nasional (DPN) KOMBATAN dan Jarwo Center di Resto Handayani Prima, Jalan Matraman Raya 45, Jakarta Timur, Minggu (21/05/2023) lalu.

“Sekarang ini, Ganjar adalah mimpi kita, sebagai pengganti dan penerus Presiden Jokowi. Ganjar adalah seorang nasionalis penerus cita-cita Bapak Bangsa dan Proklamator Bung Karno,” kata Sidarto Danusubroto, yang di usia 87 ini tahun masih mengabdi jadi Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), dikutip Senin (22/05/2023).

Sebagai Abdi Negara genap 60 tahun, pada 2023 dan enam tahun menjadi pembina Ormas Nasionalis Kombatan, Sidarto mempertegas soal makna simbolik nama Ganjar Pranowo. Nama ini menyiratkan bakal memimpin Negara Indonesia, yang didirikan tokoh-tokoh negarawan besar yang diakui dunia.

“Yang dapat ganjaran pra sembilan, nowo artinya sembilan,” tutur Sidarto meyakinkan.

Mantan Ketua MPR RI yang usianya 10 tahun lebih tua dari Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, juga mengartikan secara khusus tanggal kelahiran Ganjar tepat pada hari peringatan Sumpah Pemuda, 28 Oktober.

Menurut Sidarto, tanggal kelahiran itu pertanda Ganjar sebagai pemimpin Indonesia ke-8 harus menjaga semangat kesatuan dan persatuan rakyat Indonesia.

“Ini semua satu tanda dari Sang Khalik,” lanjutnya.

Sebagai politikus senior PDI Perjuangan, Opa mewanti-wanti agar terus mengawal dan menjaga Pancasila serta keberagaman Indonesia.

“Kita tidak bisa menganut negara satu agama. Kita negara kebangsaan yang pro keberagaman, pro kebhinekaan, negara yang Pancasila. Saya istilahkan Indonesia ini pondasinya Pancasila, tiangnya UUD, atapnya NKRI, penghuninya bhineka tunggal ika. Tidak bisa ditawar,” kata Sidarto yang pada 11 Juni nanti genap berusia 87 tahun.

“Yang Islam?, Yang Kristen angkat tangan? Ada Katolik? Budha? Hindu? ada Jawa? Sunda? Bali? Batak? Ambon.., dll,” demikian Sidarto memberondong pertanyaan. Setiap pertanyaan dijawab peserta, “Ada.”

“Inilah Indonesia, beragam agama, suku adat budaya. Inilah kita kenapa mendirikan negara yang pro keberagaman. Ini harus kita pertahankan,” tegas Opa. (*)