Menuju KALTARA Bebas DBD (Demam Berdarah Dengue)

Emeralda Rey Pirade – Mahasiswa Fakultas Bioteknologi, Universitas Kristen Duta Wacana

KALTARAONE.COM – Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus dengue. Dengue adalah virus penyakit yang ditularkan dari nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus ke dalam tubuh manusia. Penyakit DBD menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia dengan jumlah penderita yang terus meningkat dan menyebar makin luas.

Seluruh wilayah di Indonesia mempunyai risiko untuk terjangkit penyakit DBD, sebab virus penyebab dan nyamuk penular sudah tersebar luas di perumahan penduduk maupun di tempat-tempat umum, kecuali pada ketinggian >100 meter dpl (Asep, 2014). Salah satu wilayah yang memiliki kasus DBD terbanyak adalah di provinsi Kalimantan Utara.

Siklus normal infeksi DBD terjadi antara manusia – nyamuk Aedes – manusia. Nyamuk betina akan menghisap darah manusia dan menularkan virus dengue setelah melewati masa inkubasi 8-10 hari. Pada masa inkubasi ini, virus akan mengalami replikasi (perbanyakan) dan penyebaran yang berakhir pada infeksi saluran kelenjar ludah sehingga nyamuk menjadi tertular selama hidupnya atau disebut nyamuk infektif. Nyamuk infektif mampu menyebarkan virus ke inang lain ketika menghisap darah berikutnya dan dapat menularkan virus ke generasi berikutnya secara transovarial melalui telur (Dania, 2016).

Peningkatan penyebaran penyakit DBD makin bertambah seiring dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan masyarakat, serta dipengaruhi oleh faktor cuaca (curah hujan) (Ningtyas et al., 2019). Makin padat penduduk, maka nyamuk Aedes makin mudah menularkan virus dengue dari satu orang ke orang lainnya, serta terkait juga dengan penyediaan infrastruktur yang kurang memadai seperti penyediaan sarana air bersih, sarana pembuangan sampah, hingga banyak barang bekas yang terkumpul dan menjadi tempat tertampungnya air serta sumber perkembangbiakkan nyamuk. Selain itu, curah hujan tinggi dan suhu yang meningkat dapat meningkatkan kasus DBD, genangan yang disebabkan oleh hujan menjadi tempat perkembangbiakkan nyamuk (Amelia et al., 2020).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kalimantan Utara, jumlah kasus DBD Provinsi Kalimantan Utara pada tahun 2019 tersebar di Malinau sebesar 103 kasus, Bulungan sebesar 225 kasus, Tana Tidung sebesar 77 kasus, Nunukan sebesar 467 kasus, dan Tarakan sebesar 738 kasus.

Kemudian pada tahun 2020 terdapat di Malinau sebesar 4 kasus, Bulungan sebesar 6 kasus, Nunukan sebesar 1 kasus, dan Tarakan sebesar 359 kasus. Terjadi penurunan kasus DBD dari tahun 2019 ke tahun 2020, yaitu masing-masing 399 dan 370 kasus. Akan tetapi memasuki awal tahun 2022, kembali ditemukan 63 kasus DBD yaitu 60 kasus di Bulungan dan 3 kasus di Malinau.

Dalam mengendalikan DBD maka dapat dikendalikan dengan menerapkan pengendalian secara lingkungan, biologis, dan kimiawi. Pengendalian secara lingkungan dilakukan dengan cara melakukan program 3M (Menguras, Menutup, dan Mengubur habitat nyamuk vektor), mengganti air seminggu sekali pada vas bunga atau tempat minum di sarang burung, dan membersihkan saluran air yang tergenang; kemudian pengendalian secara biologis dilakukan dengan cara memanfaatkan hewan atau tumbuhan sebagai predator, seperti memelihara dan memasukkan ikan cupang ke dalam kolam untuk memakan jentik-jentik nyamuk, atau dengan menambahkannya dengan bakteri Bacillus thuringiensis; lalu pengendalian secara kimiawi dilakukan dengan cara menaburkan bubuk abate ke tempat penampungan air, atau melakukan thermal fogging/pengasapan dengan malathion dan fenthion, namun pengendalian secara kimiawi harus dijadikan pilihan terakhir apabila pengendalian secara lingkungan dan biologi benar-benar tidak mampu dalam mengendalikan kasus DBD.

Pengendalian kasus DBD harus dilakukan dengan menciptakan suatu strategi pengendalian vektor, yaitu strategi pendekatan harus menyeluruh baik dalam aspek lokasi, waktu, maupun integrasi beberapa metode fisik, biologi, dan kimia; lalu murah dan berkelanjutan; kemudian berbasis bukti riset; mengembangkan kolaborasi dan partnership karena aspek yang ditangani cukup banyak dan luas; serta yang paling utama adalah semua pihak, baik masyarakat, pemerintah, maupun lembaga-lembaga harus memiliki keterlibatan dalam memberantas kasus ini, demi menuju Kalimantan Utara yang bebas DBD.

Artikel ditulis oleh : Emeralda Rey Pirade Mahasiswa Fakultas Bioteknologi, Universitas Kristen Duta Wacana.