Pengelolaan Belanja Daerah Gunakan Pendekatan Kinerja

KALTARAONE.COM, TANJUNG SELOR – Terbatasnya ruang fiskal, menjadi tantangan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Utara dalam merumuskan kebijakan pemerintah pada tahun 2023. Oleh karena itu, kebijakan pengelolaan belanja daerah tahun 2023 akan menggunakan pendekatan berbasis kinerja.

Hal ini disampaikan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Penelitian dan Pengembangan (Bappeda-Litbang) Provinsi Kalimantan Utara pada Konsultasi Publik Rancangan Awal (Ranwal) RKPD 2023, Senin (21/2/2022) pekan lalu.

“Penyusunan alokasi belanja menggunakan pendekatan anggaran kinerja yang berorientasinya pada pencapaian hasil yang direncanakan,” jelas Risdianto.

Prioritasnya, untuk menunjang efektifitas pelaksanaan tugas dan fungsi perangkat daerah dalam melaksanakan kewajiban yang menjadi kewenangan daerah. Dengan kata lain, setiap peningkatan alokasi belanja harus diikuti dengan peningkatan kinerja pelayanan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

“Besarnya plafon anggaran harus realistis yaitu disesuaikan dengan kondisi kemampuan keuangan daerah dan prioritas kebutuhan daerah serta pertimbangan kinerja,” terangnya.

Penentuan kebijakan belanja daerah selain didasarkan pada prioritas kegiatan perangkat daerah dapat dilakukan berdasarkan hasil evaluasi penganggaran tahun sebelumnya dengan tetap berpedoman pada Renstra perangkat daerah.

Karena itu, pemerintah daerah dapat melakukan intervensi kebijakan belanja pada sektor-sektor strategis yang dapat mempengaruhi sistem dan mekanisme pasar secara menyeluruh. Dalam kerangka kebijakan kemitraan swasta-pemerintah daerah untuk mendukung belanja daerah harus dilandasi kajian yang seksama terhadap masa produktif dan pembagian keuntungan yang didasari atas prinsip keadilan.

Risdianto menyebutkan, pertumbuhan ekonomi 2023 bakal lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2022. Oleh sebab itu, dibutuhkan sumber-sumber pembiayaan baru untuk pertumbuhan ekonomi.

Seperti diketahui, pertumbuhannya ekonomi Kaltara tahun lalu menunjukkan peningkatan sebesar 3,98 persen (c-to-c) jika dibandingkan dengan capaian tahun 2020. Bahkan bila dirunut secara regional pertumbuhan ekonomi provinsi termuda ini berada di peringkat kedua tertinggi setelah Provinsi Kalimantan Barat.

Ia optimis, pertumbuhan ekonomi Kaltara tahun 2022 dapat meningkat. Pasalnya, peran Kawasan Industri dan Pelabuhan Internasional (KIPI) atau Kawasan Industrial Park Indonesia yang dibangun di Bulungan diprediksi bakal berdampak.

“KIPI bakal memiliki multiplier effect yang besar bagi pertumbuhan ekonomi kita. Tentu saja membutuhkan kerjasama bagi semua pihak, agar pembangunan kawasan industri ini bisa berjalan lancar,” jelasnya.

Tumbuhnya perekonomian Kaltara pada tahun 2021, kata Risdianto, tidak terlepas dari sejumlah faktor pendukung. Misanya, peningkatan produksi kayu bulat yang tumbuh sebesar 15,38 persen. Kemudian produksi kayu sebagai bahan baku industri yang tumbuh mencapai 3,42 persen. Serta peningkatan jumlah masyarakat pesisir yang menggeluti bidang budidaya rumput laut dan tingginya permintaan pada triwulan IV. Serta mendorong kategori perikanan untuk tumbuh hingga 7,29 persen.

Pendukung lainnya, secara year on year (y-o-y) ada pada lapangan usaha pertambangan yang tumbuh sebesar 14,96 persen. Rinciannya, kategori pertambangan minyak dan gas bumi tumbuh 4,59 persen karena didorong peningkatan permintaan kilang minyak di Kalimantan Timur. Ini berimbas terhadap Provinsi Kalimantan Utara. Sedangkan lapangan usaha industry pengolahan juga tumbuh sebesar 3,57 persen.

“Kategori ini didukung oleh peningkatan industri kimia yang cukup tinggi seperti farmasi dan obat tradisional yang mencapai 8,23 persen, disusul pertumbuhan industri furniture sebesar 5,67 persen, serta industri makanan dan minuman 4,69 persen,” jelasnya.

IPM DIUPAYAKAN MENINGKAT

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kalimantan Utara (Kaltara) diupayakan agar bisa ditingkatkan. Pada tahun ini, IPM Kaltara ditargetkan di atas nasional. Namun banyak faktor yang menjadi kendala dan harus dicari solusinya. “Pada prinsipnya tekanan itu karena kondisi kesehatan dan ekonomi. Dimana pandemi ini dari sisi perekonomian kita terganggu,” jelas Risdianto.

IPM menyangkut tentang aspek kesehatan, pendidikan, dan pendapatan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan. Kaltara naik sekitar 0,5. Itu sudah signifikan sangat baik. Berada di urutan dua setelah Kaltim, namun masih di bawah nasional.

Menurutnya, langkah mendorong program kegiatan dari indikator penilai IPM menjadi penting. “Kesehatan, pendidikan dan pendapatan yang sebetulnya, kalau kita lihat angka itu merujuk pada 5 indikator makro yang saling terkait,” ungkapnya.

Untuk mencapai target yang ingin diraih, sudah berkolaborasi dengan Bank Indonesia BPS. Termasuk menjawab berbagai tantangan bagi Pemprov Kaltara bersinergi dengan kabupaten dan kota, untuk merumuskan kebijakan di tahun 2023. Dalam memenuhi sumber pembiayaan pembangunan dengan kondisi saat ini.

Bahkan Gubernur Kaltara, lanjut dia, sudah menyampaikan. Bahwa, kabupaten dan kota harus bergandengan tangan dengan provinsi. “Itu nanti menjadi bahan bagi kita, dalam mengusulkan yang menjadi prioritas. Sehingga dapat dana dari APBN,” terangnya.

Perlu dilakukan kerja sama, dengan mengidentifikasi potensi dan peluang melalui pola Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) serta swasta. Dengan harapan, tidak ada aset yang menganggur lagi. Lalu, mendorong dan membantu dalam fasilitasi investasi, agar banyak masuk di daerah. Bahkan, lolaborasi kerja sama melalui Perusda dan Bumdes juga perlu. Sehingga kerja sama antar daerah mampu mendorong membuka lapanga kerja. (dkisp)