PP 35 tahun 2021 tentang PKWT, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat dan PHK

Regulasi – Foto : Pixabay

KALTARAONE.COM – Sebelumnya pada tanggal 2 November 2020 Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengesahkan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau yang biasa dikenal dengan UU Ciptaker. UU Ciptaker ini merupakan produk hukum yang paling banyak diperbincangkan khususnya mengenai perubahan-perubahan dalam sektor ketenagakerjaan. Belum lama ini Presiden Jokowi telah mengesahkan beberapa peraturan turunan sebagai implementasi dari ketentuan-ketentuan yang diatur dalam UU Ciptaker.

Salah satu peraturan turunan yang dikeluarkan adalah PP No. 35 Tahun 2021 tentang  Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja (PP 35/2021). Berikut merupakan pembahasan ketentuan-ketentuan yang perlu menjadi catatan penting dalam implementasi PP 35/2021 di sektor ketenagakerjaan.

 

Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

Apabila dilihat dari jenis pekerjaan yang dapat menggunakan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) maka dapat dikatakan tidak ada perubahan dari ketentuan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU 13/2003). Dalam hal ini dipertegas kembali bahwa PKWT digunakan untuk mengadakan hubungan kerja untuk waktu tertentu atau untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu. Adapun perubahan yang terlihat signifikan dari ketentuan sebelumnya mengenai peraturan PKWT adalah sebagai berikut:

  1. Pembatasan Waktu PKWT

Dalam ketentuan sebelumnya, PKWT hanya diperbolehkan dibuat maksimal untuk 2 (dua) tahun, dengan ketentuan dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk 1 (satu) tahun, dan dapat diperbaharui 1 (satu) kali untuk 2 (dua) tahun.

Dalam hal ini PP 35/2021 mengatur PKWT dapat dibuat maksimal untuk 5 (lima) tahun, dengan ketentuan bahwa waktu tersebut sudah termasuk masa perpanjangan. Selain itu pemerintah juga menghapus ketentuan masa 30 (tiga puluh) hari jeda dalam perpanjangan PKWT yang sebelumnya diatur dalam UU 13/2003. Perubahan atas pembatasan waktu PKWT ini diharapkan dapat memberikan kemudahan bagi para pihak dalam implementasi PKWT kedepannya.

  1. Pencatatan PKWT ke Pihak Berwenang

Pengusaha harus mencatatkan PKWT kepada kementerian di bidang ketenagakerjaan secara daring paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak penandatangan PKWT. Apabila pencatatan PKWT secara daring belum tersedia, Pengusaha dapat mencatatkan PKWT secara tertulis ke penyelenggara pemerintahan di bidang ketenagakerjaan kota paling lama 7 (tujuh) hari sejak penandatanganan PKWT.

  1. Hak Kompensasi bagi Pekerja

Salah satu perubahan yang sangat signifikan adalah dengan diadakan kewajiban bagi pengusaha untuk membayarkan hak kompensasi kepada pekerja setelah masa kerjanya selesai. Uang kompensasi ini diberikan setelah berakhirnya masa kerja PKWT sebelum perpanjangan, dan pengusaha tetap memiliki kewajiban untuk membayarkan uang kompensasi berikutnya setelah perpanjangan waktu PKWT berakhir. Perlu dicatat bahwa hak untuk mendapatkan uang kompensasi ini tidak berlaku bagi pekerja tenaga kerja asing yang dipekerjakan dengan PKWT.

 

Adapun ketentuan penghitungan pembayaran hak kompensasi pekerja PKWT adalah sebagai berikut:

Untuk pekerja yang telah menyelesaikan masa kerja selama 1 (satu) tahun, maka hak kompensasi yang harus dibayarkan oleh Pengusaha setara dengan 1 (satu) kali upah. Sedangkan mereka yang bekerja dibawah 1 (satu) tahun maka formula pembayaranan hak kompensasi menggunakan pembayaran proporsional sebagai berikut:

Masa Kerja     x 1 (satu) bulan upah
12

Kemudian besaran uang kompensasi pekerja pada usaha mikro dan usaha kecil diberikan berdasarkan kesepakatan antara para pihak. Pengusaha yang melanggar ketentuan tentang kewajiban pembayaran kompensasi kepada pekerja dalam PKWT akan terancam sanksi administratif.

 

Alih Daya

Berdasarkan PP 35/2021 setiap perusahaan alih daya harus berbentuk badan hukum dan memiliki izin usaha yang diterbitkan oleh Pemerintah Pusat. Selanjutnya harus dipastikan setiap pekerja yang memiliki hubungan kerja dengan perusahaan alih daya didasari dengan PKWT atau Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT).

Perusahaan alih daya juga bertanggung jawab atas perlindungan pekerja, upah, kesejahteraan, syarat kerja, dan perselisihan yang timbul. Pemenuhan atas hak-hak pekerja tersebut dilaksanakan sesuai ketentuan hukum yang berlaku, yaitu perjanjian kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.

Dalam hal perusahaan alih daya menggunakan skema PKWT, maka dalam perjanjian kerjanya harus terdapat ketentuan pengalihan perlindungan hak bagi pekerja apabila terjadi pergantian perusahaan alih daya (sepanjang objek pekerjaannya tetap ada).

 

Waktu Kerja dan Waktu Istirahat

Dalam PP 35/2021 tidak ada perubahan mengenai ketentuan durasi waktu jam kerja. Namun Pemerintah kini memungkinkan adanya perusahaan tertentu untuk menerapkan waktu kerja kurang dan lebih dari yang ditentukan. Untuk sektor tertentu yang menerapkan jam kerja kurang dari ketentuan memiliki karakteristik berupa penyelesaian kurang dari 7 (tujuh) jam; waktu kerja fleksibel; atau pekerjaan dapat dilakukan di luar lokasi kerja sedangkan bagi sektor yang dapat menerapkan jam kerja lebih dari ketentuan ditetapkan oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan.

UU 13/2003 PP 35/2021
Waktu lembur dapat digunakan maksimal 3 (tiga) jam per hari atau 14 (empat belas) jam per minggu Waktu lembur dapat digunakan maksimal 4 (empat) jam per hari atau 18 (delapan belas) jam per minggu

 

Apabila dibandingkan dengan ketentuan UU 13/2003, kini terdapat penambahan 1 (satu) jam durasi penggunaan waktu lembur sehingga maksimal penggunaan waktu lembur per hari adalah 4 (empat) jam.

 

Pemutusan Hubungan Kerja

Dalam hal ini PP 35/2021 menegaskan alasan-alasan terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) yang diatur dalam pasal 154 A UU Ciptaker. Perubahan yang terlihat sangat signifikan mengenai PHK adalah saat ini pihak pengusaha diwajibkan untuk memberikan pemberitahuan tertulis mengenai PHK maksimal dalam waktu 14 (empat belas) dengan menyertakan alasan PHK.

Setelah adanya pemberitahuan akan ada 2 (dua) kemungkinan yang terjadi yaitu pekerja menerima atau pekerja menolak. Ketika pekerja tidak menolak pemberitahuan PHK tersebut maka pengusaha diwajibkan untuk melaporkan PHK kepada Kementerian Ketenagakerjaan. Namun apabila pekerja menolak pemberitahuan PHK maka pekerja harus membuat surat penolakan disertai alasan paling lama dalam 7 (tujuh) hari kerja setelah diterimanya surat pemberitahuan. Perbedaan pendapat atas PHK ini akan diselesaikan melalui proses penyelesaian sengketa melalui lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial berdasarkan ketentuan  UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (“UU 2/2004”).

 

Hak Akibat Pemutusan Hubungan Kerja

Pengusaha diwajibkan untuk membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian yang seharusnya diterima oleh pekerja. Dalam hal ini besaran hak akibat pekerja akan dinilai berdasarkan alasan terjadinya PHK.

Berikut tabel perbandingan ketentuan dalam UU 13/2003 yang telah dirubah oleh UU Ciptaker dan diperbaharui dalam PP 35/2021.

Alasan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Hak yang diterima Pekerja Akibat 

PHK

  UU 13/2003 PP 35/2021
Perusahaan melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan perusahaan Perusahaan melakukan penggabungan dan peleburan : 

2x Upah pesangon

1x Uang penghargaan masa kerja

Uang penggantian hak

Perusahaan melakukan penggabungan dan peleburan : 

1x Upah pesangon

1x Uang penghargaan masa kerja

Uang penggantian hak

Perusahaan melakukan pemisahan : 

Tidak diatur

Perusahaan melakukan pemisahan

1x Upah pesangon

1x Uang penghargaan masa kerja

Uang penggantian hak

 

Perusahaan melakukan pengambilalihan : 

Tidak diatur

Perusahaan melakukan pengambilalihan

1x Upah pesangon

1x Uang penghargaan masa kerja

Uang penggantian hak

 

Dengan catatan apabila pekerja yang memutuskan untuk tidak melanjutkan maka:

½ x Upah pesangon

1x Upah penghargaan masa kerja

Uang penggantian hak

 

Perusahaan melakukan efiensi 2x Upah pesangon 

1x Uang penghargaan masa kerja

Uang penggantian hak

Efisiensi karena perusahaan mengalami kerugian

½ x Upah pesangon

1x Uang penghargaan masa kerja

Uang penggantian hak

Efisiensi untuk mencegah perusahaan mengalami kerugian

1x Upah pesangon

1x Uang penghargaan masa kerja

Uang penggantian hak

 

Perusahaan tutup karena mengalami kerugian selama 2 (dua) tahun berturut-turut Dengan syarat harus dibuktikan dengan laporan keuangan : 

 

1x Upah pesangon

1x Uang penghargaan masa kerja

Uang penggantian hak

 

½ x Upah pesangon 

1x Uang penghargaan masa kerja

Uang penggantian hak

Perusahaan tutup karena force majeure 1x Upah pesangon 

1x Uang penghargaan masa kerja

Uang penggantian hak

 

½ x Upah pesangon 

1x Uang penghargaan masa kerja

Uang penggantian hak

Perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) Tidak diatur PKPU karena kerugian perusahaan: 

½ x Upah pesangon

1x Uang penghargaan masa kerja

Uang penggantian hak

PKPU bukan disebabkan oleh kerugian perusahaan: 

1x Upah pesangon

1x Uang penghargaan masa kerja

Uang penggantian hak

 

Perusahaan pailit 1x Upah pesangon 

1x Uang penghargaan masa kerja

Uang penggantian hak

 

½ x Upah pesangon 

1x Uang penghargaan masa kerja

Uang penggantian hak

Permohonan PHK yang diajukan oleh Pekerja karena  pengusaha melakukan perbuatan kriminal yang merugikan bagi pekerja 

 

2x Upah pesangon 

2x Uang penghargaan masa kerja

Uang penggantian hak

1x Upah pesangon 

1x Uang penghargaan masa kerja

Uang penggantian hak

Putusan lembaga PHI yang menyatakan Pengusaha tidak melakukan perbuatan yang merugikan bagi pekerja yang dimaksud Tidak berhak mendapatkan pembayaran atas upah pesangon, uang penghargaan masa kerja, maupun uang penggantian hak 

 

Uang penggantian hak dan uang pisah
Pekerja mengundurkan diri atas kemauan sendiri 

 

Uang penggantian hak dan uang pisah Uang penggantian hak dan uang pisah
Pekerja mangkir 5 (lima) hari berturut-turut tanpa keterangan tertulis dilengkapi bukti yang sah dan telah dipanggil oleh Pengusaha 2 (dua) kali secara patut 

 

Uang penggantian hak dan uang pisah Uang penggantian hak dan uang pisah
Pekerja melanggar ketentuan Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama setelah diberikan 3 (tiga) kali surat peringatan 

 

1x Upah pesangon 

1x Uang penghargaan masa kerja

Uang penggantian hak

½ Upah pesangon 

1x Uang penghargaan masa kerja

Uang penggantian hak

Pekerja tidak dapat melakukan pekerjaan selama 6 (enam) bulan karena telah diduga melakukan tindak pidana 1x Upah pesangon 

Uang penggantian hak

Tindak pidana yang mengakibatkan kerugian bagi perusahaan : 

Upah penggantian hak dan uang pisah

Tindak pidana yang tidak mengakibatkan kerugian bagi perusahaan: 

1x Uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak

 

Pekerja sakit berkepanjangan dan tidak mengerjakan pekerjaannya selama 12 (dua belas) bulan 2x Upah pesangon 

1x Uang penghargaan masa kerja

Uang penggantian hak

2x Upah pesangon 

1x Uang penghargaan masa kerja

Uang Penggantian hak

Pekerja pensiun 2x Upah pesangon 

1x Uang penghargaan masa kerja

Uang penggantian hak

1.75x Upah pesangon 

1x Uang penghargaan masa kerja

Uang Penggantian hak

Pekerja meninggal dunia 2x Upah pesangon 

1x Uang penghargaan masa kerja

Uang penggantian hak

2x Upah pesangon 

1x Uang penghargaan masa kerja

Uang Penggantian hak

 

Apabila dibandingkan dengan UU 13/2003, tidak terdapat perbedaan mengenai ketentuan penghitungan formula jumlah upah pesangon dengan uang penghargaan masa kerja di dalam PP 35/2021. Namun terdapat perbedaan dalam hal kategori jenis uang penggantian hak sebagai berikut:

 

 

 

 

Katagori pembayaran uang penggantian hak

UU 13/2003 PP 35/2021
Cuti tahunan yang belum terpakai Cuti tahunan yang belum terpakai
Uang transportasi pekerja Uang transportasi pekerja
15% dari upah per bulan untuk penggantian perumahan dan pengobatan Hal-hal lain yang ditetapkan dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.
Hal-hal lain yang ditetapkan dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.

 

Salah satu alasan penghapusan penggantian biaya perumahan, pengobatan, serta perawatan dalam UU 13/2003 dikarenakan hal-hal tersebut sudah ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Sedangkan untuk ketentuan uang pisah diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama. (Joe)

Sumber : siplawfirm.id