Respon Sekjen KSBSI atas Pernyataan Gubernur Banten: Offside itu Gubernur!

Dedi Hardianto, Sekjen KSBSI. (Foto: Dokumen Media KSBSI).
Dedi Hardianto, Sekjen KSBSI. (Foto: Dokumen Media KSBSI).

Kaltaraone.com, JAKARTA – Dedi Hardianto, Sekretaris Jenderal Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) merespon keras pernyataan Gubernur Banten Wahidin Halim yang menyuruh Pengusaha mencari pegawai baru jika karyawannya tidak mau dengan gaji yang sudah ditetapkan oleh pemprov.

Pernyataan Wahidin itu sebagai respon atas demonstrasi dan mogok kerja daerah yang dilaksanakan elemen serikat pekerja serikat buruh sejak tanggal 6 sampai 10 Desember 2021 di Banten.

Menurut Dedi, pernyataan Wahidin sangat menyakitkan buruh dan tak pantas dilakukan.

“Offside itu Gubernur!! Seharusnya Gubernur Banten menyimak baik-baik putusan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan putusan uji formil UU Cipta Kerja terutama pada amar putusan MK poin empat dan poin tujuh,” kata Dedi dalam keterangan resminya kepada Wartawan di Jakarta, Senin (6/12/2021).

Pada poin 4 amar putusan MK disebutkan bahwa MK, “Menyatakan UU Ciker masih tetap berlaku sampai dengan dilakukan perbaikan pembentukan sesuai dengan tenggang waktu sebagaimana yang telah ditentukan dalam putusan ini“.

Sedangkan poin 7, disebutkan MK, “Menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan UU Cipta Kerja“.

Maka, kata Dedi, sangat beralasan jika buruh menolak penggunaan UU Cipta Kerja dan PP 36 dalam penghitungan upah, baik upah minimum provinsi maupun upah minimum Kabupaten kota, sebab dalam amar putusan itu MK sudah menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas.

“UMP dan UMK itu kan berdampak luas, terutama bagi buruh dan keluarganya. yaa wajar buruh menolak!” kata Dedi.

Menurutnya, tidak boleh Gubernur Banten bersikap arogan seperti itu. “Seharusnya Gubernur paham bahwa buruh adalah bagian dari daya beli yang terkait langsung dengan konsumsi dan pertumbuhan ekonomi.” kata Dedi.

Daya beli masyarakat masih bergantung kepada upah buruh, kata Dedi, oleh karena itu, harus menjadi pertimbangan pemerintah untuk menaikkan upah buruh untuk menyelamatkan daya beli masyarakat.

Tidak etis jika Gubernur Banten ini membandingkan upah buruh dengan relawan vaksinator covid-19 di Pemprov Banten yang bekerja siang hingga malam, hanya di gaji Rp 2,5 juta.

“Relawan kan bukan buruh. Tidak diatur dalam aturan perundang-undangan Ketenagakerjaan,” geramnya.

Ia pun meminta Gubernur Banten untuk tidak membuat kisruh suasana dengan pernyataan yang menyinggung buruh. “Sebagai Gubernur, jangan lagi membuat pernyataan yang membuat buruh tersinggung.” tukasnya.

Dedi pun meminta kepada buruh untuk tidak lagi memilih sosok Wahidin Halim di pemilu berikutnya. “Ke depan jangan dipilih lagi Gubernur yang tak punya empati terhadap nasib buruh.” tandas Dedi.

Diketahui, Wahidin Halim menyatakan tak mau ambil pusing dengan aksi demonstrasi dan mogok kerja daerah yang dilaksanakan buruh.

“Biarin aja dia mogok, biarin, biar mengekspresikan ketidakpuasan. Tapi paling tidak ke pengusaha saya bilang, ya kalian cari tenaga kerja baru, masih banyak yang nganggur,” kata Wahidin kepada wartawan di Serang, seperti dilansir sejumlah pemberitaan media mainstream, Senin (6/12/2021).

Wahidin menyebut masih banyak warga Banten yang menganggur dan membutuhkan pekerjaan. Bahkan kata dia, masih banyak warganya yang merasa cukup meski hanya bergaji Rp 2,5 juta hingga Rp 4 juta dengan beban kerja dari pagi hingga malam hari.

wahidin Halim bercerita bahwa relawan vaksinator covid-19 di Pemprov Banten yang bekerja siang hingga malam, hanya di gaji Rp 2,5 juta.

Sumber : kantorberitaburuh.com