TARAKAN – Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Tarakan, Adry Setiawan, menegaskan bahwa tuduhan maladministrasi terhadap Perumda Tirta Alam (PDAM Tarakan) tidak berdasar dan tidak mencerminkan fakta.
Dalam pernyataan resminya, Adry membantah opini yang menyebut PDAM sebagai pelaku maladministrasi terbanyak di Kota Tarakan, khususnya terkait penyesuaian biaya abonemen dan pengangkatan ulang Direktur PDAM, Iwan Setiawan.
Ia menegaskan bahwa kebijakan tersebut sah, transparan, dan bertujuan menjaga keberlangsungan layanan air bersih bagi masyarakat Tarakan.
Opini yang beredar menyebut penyesuaian biaya abonemen dari Rp 15.000 menjadi Rp 26.000 per bulan sebagai kenaikan tarif terselubung yang membebani masyarakat, terutama di tengah tantangan ekonomi pasca-pandemi.
Adry dengan tegas membantah tuduhan ini, menjelaskan bahwa penyesuaian tersebut bukanlah kenaikan tarif dasar air, melainkan iuran tetap untuk tabungan perawatan infrastruktur, seperti penggantian meteran setiap lima tahun.
“Kebijakan ini sesuai rekomendasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Kaltara serta Peraturan Daerah (Perda) Nomor 11 Tahun 2019. Sosialisasi yang kami lakukan pada 8 September 2025, melibatkan 400 Ketua RT, lurah, dan camat, menghasilkan kesepakatan penuh. Masyarakat, melalui RT, memilih opsi ini karena lebih hemat dibandingkan biaya perbaikan meteran langsung yang mencapai Rp 2,5 juta per unit. Dengan abodemen, biaya akumulasi lima tahun hanya Rp 1,56 juta,” jelas Adry.
Ia menambahkan, Perda No. 11 Tahun 2019 memberi kewenangan kepada PDAM untuk menyesuaikan tarif hingga 15 persen tanpa persetujuan DPRD jika diperlukan untuk operasional. Namun, PDAM memilih jalur abodemen agar tidak membebani pelanggan dengan kenaikan tarif langsung.
“Ini bukti komitmen PDAM untuk menyeimbangkan keberlangsungan operasional dengan kepentingan publik. Tuduhan bahwa kebijakan ini memicu kerusuhan sosial sama sekali tidak berdasar, karena hingga kini tidak ada laporan demonstrasi atau konflik terkait di Tarakan,” tegasnya.
Terkait tuduhan bahwa pengangkatan ulang Iwan Setiawan sebagai Direktur PDAM pada Februari 2024 melanggar hukum, Adry menyebutnya sebagai interpretasi yang keliru. Opini tersebut merujuk pada vonis percobaan tiga bulan dan denda Rp 10 juta yang dijatuhkan kepada Iwan pada 2021 terkait pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Menurut opini, vonis ini seharusnya memicu pemecatan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 54/2017 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 37/2018, serta menyebut adanya tumpang tindih administrasi yang melanggar Keputusan Wali Kota No. 639.05/HK-III/156/2020.
Adry menjelaskan bahwa vonis percobaan bukanlah putusan hukum tetap (inkracht) sebagaimana diatur dalam PP No. 54/2017 Pasal 54 dan Permendagri No. 37/2018 Pasal 35 dan 51.
“Vonis percobaan bersifat bersyarat, tanpa eksekusi hukuman, sehingga tidak memenuhi syarat pemecatan. Iwan tetap memenuhi kriteria integritas sebagai direktur BUMD,” ujarnya.
Ia juga menegaskan bahwa pengangkatan ulang Iwan didasarkan pada kinerja luar biasa, yang berhasil membalikkan kerugian PDAM sebesar Rp 17,45 miliar pada 2023 menjadi laba Rp 15 miliar pada 2024.
“Tidak ada tumpang tindih administrasi seperti yang dituduhkan. Pengangkatan ulang sesuai PP No. 54/2017 Pasal 61, yang memperbolehkan perpanjangan masa jabatan direktur BUMD berdasarkan prestasi. Kinerja Iwan terbukti dengan setoran deviden Rp 28,4 miliar ke Pemkot Tarakan pada 2024, yang mendukung program publik,” tambah Adry.
Ia juga mencatat bahwa tidak ada laporan resmi dari Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) atau Kementerian Dalam Negeri yang menyatakan pengangkatan ini melanggar hukum.
Tuduhan bahwa Wali Kota Tarakan, Khairul, melakukan favoritism politik dalam mendukung Iwan Setiawan, yang disebut-sebut memiliki latar belakang politik dari keterlibatannya di Pilkada sebelumnya, dinilai kurang tepat.
“Tuduhan ini spekulatif dan tidak didukung bukti konkret. Sebaliknya, kepemimpinan Khairul sebagai Kuasa Pemilik Modal (KPM) terbukti memperkuat PDAM, dengan keberhasilan finansial yang signifikan,” kata Adry.
Meski membantah tuduhan maladministrasi, Adry mengakui bahwa Ombudsman Kaltara sempat menyoroti potensi masalah pada kebijakan abodemen pada September 2025. Namun, ia menegaskan bahwa ini bukanlah temuan maladministrasi formal, melainkan masukan untuk perbaikan.
“PDAM telah melakukan sosialisasi intensif untuk mencegah miskonsepsi. Kami mendorong PDAM untuk terus meningkatkan transparansi, seperti merilis laporan audit tahunan yang lebih terbuka, dan Pemkot untuk memperluas sosialisasi kepada masyarakat,” ujar Adry.
Ia juga menyayangkan nada satir dalam opini yang menyebut PDAM sebagai penerima “penghargaan maladministrasi terbanyak.” Menurutnya, narasi ini tidak konstruktif dan mengabaikan fakta perbaikan kinerja PDAM.
“PDAM Tarakan sedang berada di jalur yang benar. Kami berharap masyarakat melihat fakta ini secara objektif dan mendukung upaya peningkatan pelayanan air bersih,” tutup Adry.
Pernyataan ini diharapkan dapat menjernihkan informasi dan memperkuat kepercayaan publik terhadap pengelolaan PDAM Tirta Alam, yang dinilai telah menunjukkan komitmen untuk pelayanan yang lebih baik di Kota Tarakan. (*)