BULUNGAN – Dalam rangka merayakan hari buruh 1 Mei 2025, Forum Intelektual Kaltara (FIKR) akan menggelar aksi mimbar bebas di Tugu Cinta Damai, Bulungan Kalimantan Utara. Dengan konsep kolaborasi buruh-tani-nelayan-mahasiswa-rakyat miskin kota-komunitas adat-kaum tertindas lainnya (Kolaborasi Rakyat Kecil).
Pada acara mimbar bebas setiap perwakilan organisasi akan melakukan orasi/pidato menyampaikan keluh kesah rakyat kecil di Kaltara. Ekspresi berupa pembacaan puisi juga akan ditampilkan.
“Sejauh ini telah bergabung 35 komunitas/organisasi/tokoh yang turut menyusun petisi yang akan disampaikan pada hari H nanti,” kata Ketua FKIR, Joko Supriyadi, M.T melalui keterangan tertulis kepada awak media, Minggu (27/4/25).
35 komunitas terdiri dari FORUM INTELEKTUAL KALTARA (FIKR), FSPMI Kaltara, LEMBAGA ADAT KESULTANAN BULUNGAN KALTARA, Serdaduuq Adat Regatn Tatau DPD Kab. Tana Tidung Kaltara, SAWIT WATCH, LMND Kaltara, Serikat Buruh Perjuangan Indonesia (SBPI) Kaltara, PARTAI BURUH, MEDIA TIPIKOR, PMII Tg. Selor, Aliansi Pemuda Tg. Selor untuk percepatan DOB, Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Kaltara, Pemuda Kayan, Pejuang Plasma Sepanjang Sungai Kayan, Lembaga investigasi negara Prov Kaltara (LIN Kaltara), Pejuang Percepatan Pembangunan Jalan Peso, Himpunan Pemuda Bulungan Kaltara, Pemuda Dayak Punan, LMND Bulungan, AMAN Bulungan, Mahasiswa Dayak Kenyah Kota Tarakan, Pemuda Dayak Belusu, Pemuda Tanah Kuning-Mangkupadi, Pemuda Kampung Baru, KASBI Kaltara, Kaukus Perempuan Politik Indonesia Kaltara, HIMAJEP STIE, Yayasan Lembaga Budaya Dayak Tidung Bersatu, Komunitas Nelayan Tradisional Bulungan, DPAC PUSAKA MANGKUPADI, GMNI Cab. Bulungan, Pos Bantuan Hukum Advokat Indonesia Tg. Selor. , KSPSI KAHUT Bulungan, Gabungan Supir Truk Bulungan, Dr. Ismit Mado, Tokoh Pemekaran Kaltara, Forum Guru Tapal Batas Kaltara, Forum Peduli Malinau dan Lingkungan (FOPMAL).
“Sudah ada 45 petisi yang terkumpul dari semua organisasi. Isi petisi cukup beragam, mulai dari tuntutan penolakan terhadap penghapusan insentif guru di Kaltara sampai persoalan pembangunan jalan ke peso. Jumlah petisi ini bisa bertambah sesuai dengan bertambahnya organisasi/komunitas yang bergabung. Isi petisi akan disampaikan berikutnya,” tambah Joko Supriyadi.
Selama persiapan acara, berbagai pihak termasuk pihak keamanan membangun komunikasi dengan organisasi yang rencananya bergabung dengan aksi ini. Mereka mempertanyakan mengenai beberapa hal, diantaranya lokasi kegiatan
“Kenapa lokasi acara di Tugu Cinta Damai? Lokasi acara sengaja dipilih di Tugu Cinta Damai karena selain ini adalah tempat publik yang indah dengan pemandangan tepi sungai, lokasi ini juga memiliki sejarah tersendiri. Sejarahnya berkaitan dengan kesepakatan damai antar kubu yang sebelumnya berkonflik. Itulah mengapa tugu ini disebut Tugu Cinta Damai, karena menjadi penanda suatu harapan bersama untuk bersatu. Kolaborasi rakyat kecil memang menginginkan persatuan,” jelasnya.
Menurut ketua FIKR, kolaborasi rakyat kecil merupakan sebuah strategi untuk memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa serta mensukseskan tujuan bersama rakyat indonesia yakni masyarakat yang makmur dan sejahtera. Di sisi lain, kolaborasi rakyat kecil di Kaltara juga akan memperkuat solidaritas rakyat indonesia di perbatasan, sehingga dapat ikut menjaga keutuhan NKRI.
“FIKR adalah ormas, jika ditanya Kenapa ormas merayakan hari buruh? Kami jawab, jika tidak ada larangan berarti boleh. Pemerintah dan Pengusaha juga bisa merayakan hari buruh, kenapa ormas tidak boleh?. Ada pertanyaan lagi, kenapa tidak diskusi saja dengan pemerintah agar didengar, daripada turun ke jalan belum tentu didengar? Justru turun ke jalan karena merasa kurang didengar,” terangnya.
Joko Supriyadi tidak menampikan, nampak ada kekhawatiran dari berbagai pihak atas acara tersebut, khawatir terjadi bentrokan-bentrokan. Sedangkan pihak “asing” dan “jahat” mungkin khawatir dengan kekuatan kolaborasi rakyat kecil yang tidak bisa dipandang enteng.
“Jumlah buruh terus bertambah dan kesadarannya terus meningkat. Menurut data BPS, pada tahun 2018 jumlah buruh formal di Indonesia adalah 49 juta orang. Sedangkan pada tahun 2024, jumlahnya menjadi 56 juta orang. Artinya dalam 6 tahun naik 7 juta orang. Setiap tahun berarti bertambah sekitar 1 juta orang. Itu baru buruf formal, belum ditambah dengan buruh informal (buruh lepas pertanian, buruh lepas non pertanian, buruh keluarga). Saat ini, total buruh formal dan informal indonesia sekitar 88 juta orang,” kata Joko Supriyadi.
Jumlah di atas baru jumlah kaum buruh. Belum termasuk mahasiswa, petani, nelayan, rakyat miskin kota, komunitas adat dan kaum tertindas/marginal lainnya.
“Jumlah buruh formal dan informal di Kaltara tidak sebanyak itu, “hanya” sekitar 239 ribu orang (sumber BPS 2024). Menurut data BPS dan data resmi lainnya, jumlah petani sekitar 59 ribu orang, nelayan sekitar 11 ribu orang, mahasiswa sekitar 12 ribu orang dan rakyat miskin se Kaltara sekitar 41 ribu orang”.
“Melihat sebaran penduduk Kaltara, jumlah anggota komunitas adat di Kaltara tentunya tidak kurang dari 200 ribu orang. Mereka terdiri dari orang Bulungan, Tidung, Kenyah, Kayan, Lundayeh, Agabag, Belusu, Tagol, Abai, Punan dan lain sebagainya. Mereka tinggal di kampung-kampung dengan ciri khas dan wilayah adatnya sendiri,” tambah Joko Supriyadi yang juga Ketua Yayasan Sejarah dan Budaya Kaltara (YSBK).
Aksi mimbar bebas di Kaltara diharapkan dapat berjalan damai, karena itu jauh hari, tanggal 22 april 2025 pihak penyelenggara telah menyampaikan surat pemberitahuan ke Polda agar pihak keamanan dapat menyiapkan berbagai upaya dalam rangka membantu pengamanan selama aksi mimbar bebas.
“Di sisi lain, aksi mimbar bebas diharapkan juga dapat membangun kesadaran dan keberanian rakyat kecil untuk menuntut hak-haknya. Pendek kata, apa yang diinginkan mereka? Keadilan dan Kebebasan. Kebebasan dan Keadilan adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan, sebagaimana dikatakan dengan jelas oleh seorang penulis bernama Albert Kamus, “Kebebasan dipilih pada waktu yang sama dengan Keadilan”. Dan terus terang kita tidak dapat memilih salah satu tanpa yang lainnya. Jika seseorang merebut roti anda, pada waktu yang sama dia menindas kebebasan anda. Namun, jika seseorang merebut kebebasan anda, anda boleh yakin bahwa roti anda terancam juga,” katanya.
Lebih jauh lagi, Joko Supriyadi menegaskan, perlulah kaum buruh menyambut seruan Karl Marx yang menggelegar sejak 200 tahun yang lalu.
“Dulu, pada 1 mei 1886, sekitar 400 ribu buruh di Chicago turun ke jalan mogok kerja dan melakukan demonstrasi besar-besaran menuntut pengurangan jam kerja dari 19 jam menjadi 8 jam. Kemudian kejadian tersebut ditetapkan sebagai hari buruh internasional atau may day oleh Kongres Sosialis Sedunia. Kaum buruh tidak akan kehilangan suatu apapun kecuali belenggu mereka. Mereka akan menguasai dunia. Kaum buruh sedunia, bersatulah!,” pungkasnya. (R)