JAKARTA – Untuk mengembalikan daya beli masyarakat, khususnya untuk daya beli pekerja, seharusnya pemerintah memberikan perlakuan khusus terhadap kenaikan upah minimum provinsi dan kota/kabupaten (UMP/K) tahun 2025. Dengan demikian, adanya permintaan serikat pekerja/buruh (SP/SB) yang meminta kenaikan UMP/K sekitar 8%-10% bisa dinilai cukup wajar.
Oleh karena itu, penting adanya kebijakan khusus dalam penetapan kenaikan upah minimum (UM) 2025 oleh gubernur (mayoritas akan dilakukan penjabat gubernur) dengan menetapkan indeks sebesar satu, sehingga kenaikan UM 2025 bisa di atas 7%.
“Demikian juga tidak digunakan rumus kenaikan UM bagi wilayah dengan nilai UMP/K tahun berjalan yang melebihi rata-rata konsumsi rumah tangga dibagi rata-rata banyaknya anggota rumah tangga yang bekerja pada provinsi atau kabupaten kota,” kata pengamat ketenagakerjaan Timboel Siregar di Jakarta, dikutip dari Harian Pikiran Rakyat edisi Senin (14/10/2014).
Dikatakan Timboel, mengacu pada Pasal 29 ayat (1) dan Pasal 35 ayat (2) PP Nomor 36 Tahun 2021, seluruh gubernur wajib menetapkan upah minimum provinsi (UMP) paling lambat 21 November dan upah minimum kabupaten/kota (UMK) paling lambat 30 November setiap tahunnya. Hanya tinggal beberapa minggu untuk menuju tanggal 21 November 2024 dan 30 November 2024.
Saat ini, ujar Timboel, sudah ada pemberitaan tentang tuntutan kenaikan UMP/K 2025 di kisaran 8%-10% yang diajukan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI).
Disebutkan Timboel, salah satu penyebab utama deflasi adalah penurunan permintaan agregat. Ketika konsumen dan bisnis mengurangi pengeluaran mereka, permintaan terhadap barang dan jasa menurun.
Hal ini dapat disebabkan berbagai faktor, antara lain penurunan pendapatan, peningkatan pengangguran, atau ketidakpastian ekonomi.
Hitungan Normatif
Secara normatif, mengacu pada Pasal 26 PP Nomor 51 Tahun 2023, kenaikan UMP/K menggunakan rumus inflasi provinsi + (pertumbuhan ekonomi provinsi x indeks). Secara year on year (yoy) atau Oktober 2023-September 2024 tingkat inflasi sebesar 1,8% dan secara tahun kalender ataupun year to date terjadi inflasi sebesar 0,74%.
Bila tingkat inflasi provinsi berkisar rata-rata 1,84% dan rata-rata pertumbuhan ekonomi provinsi sekitar 5% maka kenaikan UMP/K 2025 tertinggi sebesar 3.34% dan terendah yaitu 2,34%. Tentunya, kebijakan tersebut juga harus didukung dari sisi pembiayaan konsumsi, yaitu sebaiknya kenaikan PPN 1% pada tahun 2025 ditunda pelaksanaannya. (PR)