JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar Sidang Pleno dengan agenda Mendengarkan Keterangan Ahli dan Saksi Pemohon Perkara 40/PUU-XXI/2023 serta 41,46,50/PUU-XXI/2023 yang diajukan para serikat pekerja/serikat buruh.
Pengujian Formil Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.
Pada sidang kali ini, kuasa hukum perkara Nomor 40/PUU-XXI/2023 mengajukan 2 orang Ahli, yaitu Dr. Zainal Arifin Muchtar, S.H., M.H., dan Bivitri Susanti S.H., LLM., serta 1 orang saksi, yakni Timbul Siregar.
Zaenal Arifin Muchtar, dalam keterangan ahlinya mengatakan ada 5 hal yang digaris bawahi berkaitan dengan keterangan ahli yang Ia sampaikaan dalam sidang hari ini.
“Saya anggap bahwa UU Cipta Kerja yang keluar saat ini tidak memenuhi prinsip good regulatori praktis. Lalu ketidaktaatan konstitusional pembentuk UU dalam UU Cipta Kerja. Kemudian, UU Cipta Kerja bertentangan dengan moralitas dan konstitusional value terhadap UUD 1945. Lalu Konstitusionalitas Perppu. Terakhir adalah bahaya dari penggunaan kegentingan dan kemendesakan yang sering dilakukan oleh negara”, kata Zaenal dalam keterangan ahlinya di ruang sidang MK, Jakarta, Rabu (26/07/2023).
Sementara itu, Bivitri memulai keterangan ahlinya dengan mengutip putusan MK Nomor 98/PUU-XVI/2018. Ia mengutip hanya dibagian ujung dan hanya satu kalimat.
“Dalam hal suatu lembaga atau masyarakat tidak menjalankan putusan MK, hal demikian adalah bentuk nyata dari pembangkangan konstitusi”, ungkapnya.
Bivitri lalu mengatakan, lantas bagaimana bila yang melakukan pembangkangan konstitusi tersebut adalah pemerintah dan DPR?
“Apakah kita bisa bergantung pada etik dan gagasan negara hukum? Saya kira tidak”, jelasnya
Lebih lanjut, Bivitri menjabarkan tentang isu yang ia bawa di persidangan, yakni apakah pemerintah dan DPR telah melakukan pembangkangan konstitusi terhapap putusan MK No. 91/PUU-XVIII/2020?
Sementara itu, Harris Manalu, S.H., kuasa hukum perkara No 41/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh Pemohon KSBSI yang diwakili oleh Elly Rosita Silaban, Presiden KSBSI dan Dedi Hardianto, Sekretaris Jenderal KSBSI mengatakan, bahwa sidang hari ini sangat baik, ia mengaku sudah berkoordinasi dengan kuasa hukum perkara Nomor 40/PUU-XXI/2023 kaitannya dengan kehadiran saksi ahli dan ketrangan dari ahli, Zaenal Arifin Muchtar.
“Kami sudah berkoordinasi dengan kuasa hukum dari perkara Nomor 40 bahwa, ahli yang mereka hadirkan, termasuk juga menerangkan keterangan yang kita butuhkan dalam rangka memperkuat argumentasi-argumentasi permohonan perkara Nomor 4. Sehingga apa yang disampaikan ahli sudah cukup mewakili kita, nanti tinggal memberi pendalaman, bilamana di dalam keterangan ahli yang diajukan mungkin pemerintah dan mungkin DPR mendatang”, ucap Harris.
Untuk diketahui, perkara Nomor 41/PUU-XXI/2023 tidak mengajukan ahli dan saksi dikarenakan sudah terwakilkan dalam keterangan ahli perkara Nomor 40/PUU-XXI/2023, kaitannya dalam memberi pendapat terkait dalil-dalil perkara No. 41.
Sebelumnya, MK kembali menggelar Sidang Pleno lanjutan perkara 41/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh Pemohon KSBSI yang diwakili oleh Elly Rosita Silaban, Presiden KSBSI dan Dedi Hardianto, Sekretaris Jenderal KSBSI dengan Kuasa Hukum, Haris Isbandi, S.H., Harris Manalu, S.H. dan kawan-kawan, dengan agenda Mendengarkan Keterangan DPR dan Ahli Pemohon (VIII) tentang Pengujian Formiil dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.
Sidang MK yang sedianya dengan agenda mendengarkan keterangan DPR dan Ahli Pemohon Perkara 40/PUU-XXI/2023 Pengujian Formiil Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang hanya diagendankan mendengarkan keterangan DPR saja.
“Untuk agenda mendengarkan Ahli dari Pemohon perkara 40/PUU-XXI/2023 ditunda di sidang selanjutnya (Rabu, 26/07/2023) dikarenakan belum memenuhi ketentuan prosedur dari Kepaniteraan”, kata Ketua Majelis Hakim, Anwar Usman di ruang sidang MK, Kamis (13/07). (KSBSI.ORG)