KALTARAONE.COM, TARAKAN – Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres) Nomor 2 Tahun 2021 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.
Inpres yang ditandatangani Presiden pada tanggal 25 Maret 2021 ini dikeluarkan dalam rangka optimalisasi pelaksanaan Program Jaminan Sosial (Jamsos) Ketenagakerjaan dan untuk menjamin perlindungan kepada pekerja.
Selain itu, Inpres dimaksudkan untuk meningkatkan jumlah kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan, Inpres ini juga diterbitkan untuk meningkatkan kesadaran dan kepatuhan pemberi kerja dalam pemberian jaminan sosial bagi pekerjanya.
Sebagaimana tertuang dalam Inpres, Presiden menginstruksikan kepada 19 Menteri, Kepala BKPM, Kepala BNPB, Jaksa Agung, Direksi BPJS Ketenagakerjaan, para Gubernur, para Bupati/Wali Kota, serta Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing untuk mengoptimalkan pelaksanaan program jamsos ini
Menyikapi masih adanya perusahaan di Kota Tarakan yang belum mendaftarkan pekerjanya menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan, Raden Yusuf Sekretaris DPC Federasi Hukatan KSBSI Kota Tarakan mengatakan, akan berkoordinasi dan mencari data perusahaan mana yang belum patuh pada Inpres No 2 tahun 2021, kepada BPJS Ketenagakerjaan Kota Tarakan
“Saya mendapatkan informasi masih ada perusahaan nakal yang hanya berorientasi pada keuntungan saja tanpa memikirkan nasib karyawan mereka,” sebut Raden.
Lanjutnya, ada program Jaminan Kehilangan Pekerjaan selain program Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kematian, Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Pensiun. Dirinya mengatakan akan berkoordinasi dengan Dinas Tenaga Kerja dan Perindustrian (Disnakerperind) Kota Tarakan dan pihak terkait untuk menindaklanjuti masalah ini.
“Bisa kita bayangkan betapa tidak manusiawinya, apabila terjadi pemutusan hubungan kerja secara tiba-tiba, tetapi si pekerja belum tercover Jaminan Sosial, kasihan sekali. Tidak ada tabungan yang menjadi hak mereka seperti JHT. Kami berharap Pemerintah lebih tegas dengan memberikan sanksi,” jelasnya.
Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Anggoro Eko Cahyo dikutip dari berbagai sumber mengatakan, sanksi keras juga menanti perusahaan yang tidak patuh mendaftar dan membayarkan iuran BPJS Ketenagakerjaan bagi karyawannya. Sanksi paling besar adalah jajaran petinggi perusahaan bisa dipidana bila tak patuh membayar iuran BPJS Ketenagakerjaan.
Sanksi administrasi dimulai dari yang paling rendah berupa teguran tertulis, sanksi denda, hingga sanksi tidak mendapatkan pelayanan publik tertentu atau TMP2T. Sementara sanksi pidananya berupa penjara maksimal 8 tahun dan denda maksimal Rp 1 miliar.(Joe)