KALTARAONE.COM, JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana gugatan uji formil terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERRPU) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja dalam sidang daring yang digelar, Kamis (19/1).
Sidang perdana ini sekaligus untuk dua perkara gugatan, yakni perkara Nomor 5/PUU-XXI/2023 gugatan yang diajukan oleh kelompok masyarakat sipil terdiri dari 6 pemohon, yakni:
Pemohon 1, DR Hasrul Buamuna SH MH adalah Dosen Hukum Kesehatan Universitas Media Mataram, Yogyakarta;
Pemohon 2, Siti Badriah SH adalah Koordinator Bidang Hukum dan Advokasi Migran care;
Pemohon 3, Haseto Setiadi Radja SH adalah Konsultan Hukum terhadap para ABK Migran (hadir dalam persidangan namun kemudian izin meninggalkan sidang);
Pemohon 4, Jati Puji Santoso adalah Korban ABK (Anak Buah Kapal) Migran;
Pemohon 5, Salom Mega G Maniputi adalah Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sahid (tidak hadir dalam persidangan);
Pemohon 6, Ananda Lutfia Ramadhani adalah Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sahid (tidak hadir dalam persidangan).
Kemudian Perkara Nomor 6/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI). Sidang perdana ini merupakan sidang Pemeriksaan Pendahuluan Pengujian Formil dan Material Perppu Cipta Kerja, dipimpin langsung oleh Hakim Konstitusi Wahduddin Adams.
“Sidang perkara Nomor 5/PUU-XXI/2023 dan nomor 6/PUU-XXI/2023 dibuka dan terbuka untuk umum,” kata Wahduddin Adams, Ketua Majelis Persidangan MK saat membuka persidangan secara daring.
Wahduddin kemudian mengabsen satu persatu pemohon perkara nomor 5 dan nomor 6. Sambil mengabsen satu persatu, Wahduddin memanggil para pemohon perkara nomor 5 yang dihadiri oleh 3 Prinsipal dari 6 pemohon, diantaranya DR Hasrul Buamuna, SH., MH, Siti Badriah, SH dan Jati Puji Santoso. Haseto Setiadi Radja, SH yang semula hadir kemudian izin meninggalkan persidangan.
Kehadiran 3 orang pemohon perkara nomor 5 ini didampingi oleh kuasa hukum pemohon, yakni Viktor Santoso tandiasa, SH., MH dan Zico Leonard Djagardo Simanjuntak, SH., MH.
Sementara perkara nomor 6 dari KSBSI yang hadir adalah prinsipal Pemohon Elly Rosita Silaban dan Dedi Hardianto selaku Presiden dan Sekjen KSBSI didampingi kuasa hukum, diantaranya Harris Manalu, SH., Saut Pangaribuan, SH., MH., Parulian Sianturi, SH., Abdullah Sani, SH., Supardi,SH., MH., Nikasi Boru Ginting, SH dan Haris Isbandi, SH.
Selanjutnya, Zico Leonard DjagaRdo Simanjuntak membacakan ‘Pokok-pokok Permohonan’ perkara nomor 5 dalam ‘Kedudukan Hukum’ para pemohon.
Zico mengatakan bahwa pemohon 1 mengalami kesulitan akibat diterbitkan Perppu Cipta Kerja karena kesulitan menjelaskan kepada Mahasiswanya di dalam kelas.
“Bahkan dalam melakukan riset sekalipun tidak bisa mendapatkan sesuatu yang membenarkan diterbitkan Perppu Cipta Kerja sehingga pemohon 1 mengalami ketidak pastian hukum atas perlakuan perkara a quo,” terangnya.
Kemudian pemohon 2 juga mengalami ketidakpastian hukum karena di dalam proses untuk memperjuangkan kepastian hukum yang adil, menjadi akhirnya tidak terdapatkan karena dirugikan akibat diterbitkannya Perppu Cipta Kerja.
“Dimana segala upaya yang dikerjakan seharusnya memiliki kesempatan untuk mendapatkan kesempatan yang sama, memberikan masukan untuk memenuhi partisipasi publik yang bermakna atau minimum participation, tapi dalam penerbitan Perppu Cipta Kerja, tidak ada kesempatan untuk memberikan masukan atas perubahan yang dilakukan oleh undang Undang Cipta Kerja terhadap Undang undang nomor 18 tahun 2017 tentang perlindungan Pekerja Migran Indonesia.” jelas Zico.
Untuk pemohon 3 adalah Kepala kantor dan konsultan hukum di PST dan partner di Perwakilan Jawa Tengah dimana penanganan perkara rata-rata Anak Buah Kapal (ABK) yang penanganannya mengacu pada UU 18/2017 yang diubah oleh Perppu Cipta Kerja tanpa melibatkan partisipasi publik, sehingga pemohon 3 mendapatkan ketidakpastian hukum
“Apalagi jika sampai perppu tersebut diundangkan oleh DPR,” katanya lagi.
Sementara Pemohon 4 adalah buruh migran pada kapal perikanan yang sedang mendapatkan masalah dengan perusahaan penempatan pekerja migran, dengan diubahnya UU No 18/2017 dengan Perppu Cipta Kerja mengalami ketidakpastian hukum juga.
“Pemohon 5 dan pemohon 6 adalah Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sahid Jakarta yang mana keduanya merupakan pengurus himpunan mahasiswa program studi fakultas Hukum Universitas Sahid Jakarta.” tutur Zico.
Sidang Selanjutnya dapat disaksikan langsung melalui kanal youtube Mahkamah Konstitusi RI.(KBB/**)