KALTARAONE.COM, JAKARTA – Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) menerbitkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum tahun 2023. Regulasi ini adalah rumusan baru proses penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) maupun Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Tahun 2023.
Ida Fauziyah, Menteri Ketenagakerjaan mengatakan penerbitan Permenaker dilakukan sebab Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang pengupahan dinilai belum dapat mengakomodir dampak dari kondisi sosial ekonomi masyarakat, khusus dalam mengantisipasi penurunan daya beli pekerja dan kenaikan harga barang.
“Saya berharap penyesuaian penghitungan upah minimum 2023 ini dapat menjadi solusi atas dinamika sosial ekonomi masyarakat yang berkembang,” ujar Menaker dikutip dari akun Kementerian Ketenagakerjaan pada Sabtu (19/11).
Menaker menjelaskan saat ini kondisi sosial ekonomi masyarakat akibat dampak pandemi Covid 19 belum sepenuhnya pulih diikuti dengan ketidakpastian ekonomi global yang berimplikasi menekan laju pemulihan ekonomi nasional. Struktur ekonomi Nasional mayoritas ditopang oleh konsumsi masyarakat yang sangat dipengaruhi oleh daya beli dan fluktuasi harga.
Oleh karenanya pemerintah melihat pentingnya upaya menjaga daya beli masyarakat. Bila melihat kondisi upah minimum tahun 2022 yang disusun dengan PP 36 Tahun 2021 dinilai tidak seimbang dengan laju kenaikan harga-harga barang yang mengakibatkan menurunnya daya beli pekerja.
“Hal ini juga dikhawatirkan akan terjadi kembali di tahun 2023, mempertimbangkan hal tersebut pemerintah mengambil kebijakan penyesuaian upah minimum untuk tahun 2023,” lanjut Ida Fauziyah.
Adapun Formulasi penetapan UMP dalam ketentuan Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 adalah nilai upah minimum merupakan penjumlahan antara inflasi dengan perkalian pertumbuhan ekonomi dan α (alfa). Ida menegaskan alfa merupakan indeks tertentu yang menggambarkan kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi dengan nilai tertentu dalam rentang 0,10 sampai dengan 0,30.
Variabel pertumbuhan ekonomi bagi UMP dihitung menggunakan data pertumbuhan ekonomi provinsi kuartal 1 sampai dengan 3 tahun berjalan dan kuartal 4 tahun sebelumnya terhadap pertumbuhan ekonomi provinsi kuartal 1 sampai dengan 3 di tahun sebelumnya dan kuartal 4 pada 2 tahun sebelumnya. Sedangkan variabel pertumbuhan ekonomi bagi UMK dihitung menggunakan data pertumbuhan ekonomi kabupaten kota Kuartal 1 sampai dengan 4 tahun sebelumnya terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten kota Kuartal 1 sampai dengan 4 pada 2 tahun sebelumnya.
“Seluruh data yang digunakan dalam perhitungan upah minimum berasal dari lembaga yang berwenang di bidang statistik. Hal yang perlu diperhatikan adalah penyesuaian nilai utama yang baik di provinsi maupun kabupaten kota tidak melebihi 10%,” tutur Ida.
Selanjutnya perhitungan upah minimum tahun 2023 dilakukan berdasarkan pada kemampuan daya beli yang diwakili variabel tingkat inflasi dan variabel pertumbuhan ekonomi, yang tercipta dari indikator produktivitas dan indikator perluasan kesempatan kerja.
“Produktivitas dan perluasan kesempatan kerja merupakan dua indikator yang dipandang dapat mewakili dari dua unsur baik unsur pekerjaan atau buruh maupun unsur pengusaha,” terangnya.
Dengan diterbitkannya Permenaker 18 tahun 2022 maka ada perubahan penetapan UMP dan UMK tahun 2023. Sedangkan batas penetapan UMP dari yang sebelumnya 21 November 2022 diperpanjang menjadi paling lambat tanggal 28 November 2022. Adapun batasan penetapan UMK dari yang sebelumnya paling lambat 30 November 2022 menjadi paling lambat 7 Desember 2022.
“Alasan perubahan ini untuk memberikan kesempatan dan waktu yang cukup bagi dewan pengupahan daerah untuk menghitung upah minimum tahun 2023 sesuai dengan formula baru. Upah minimum provinsi dan upah minimum kabupaten/kota yang telah ditetapkan mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2023,” tutup Menaker Ida Fauziyah. (Joe)